![]() |
Image by Pinterest |
Siapa yang tidak kenal dengan tokoh fiksi Wonder Woman? Seorang superhero perempuan yang pertama kali muncul dalam komik Amerika Serikat terbitan DC Comics. Saking fenomenalnya komik superhero dari DC Comics, ceritanya divisualisasikan ke dalam film pun meraup kesuksesan. Wonder Woman disini digambarkan sebagai seorang superhero perempuan yang sangat kuat, pemberani dan memegang teguh nilai kejujuran.
Ada beberapa scene di mana menujukkan karakter dari Wonder Woman. Seperti saat Wonder Woman kecil (Diana Prince) hampir menang bersaing dalam kompetensi Olimpiade dengan perempuan dewasa lainnya. Wonder Woman yang mampu mengangkat palu Thor bernama Mjolnir. Konon Mjolnir sangatlah berat dan hanya orang tertentu yang mampu mengangkatnya. Wonder Woman juga digambarkan sebagai salah satu superhero terkuat di DC Universe. Bahkan kekuatannya digambarkan setara dengan Superman, superhero laki-laki.
Karena karakter Wonder Woman yang iconic ini lah, nama Wonder Woman kerap digunakan untuk menggambarkan seorang perempuan yang kuat dan hebat menghadapi tantangan di kehidupan nyata. Wonder Woman juga sering digunakan untuk memuji perempuan yang sibuk berkarir tapi tetap mengurusi urusan rumah tangga. Banyak penggambaran perempuan dengan julukan Wonder Woman sebagai bentuk apresiasi.
Namun apakah benar julukan Wonder Woman ini telah tepat digunakan sesuai dengan karakter tokohnya? Saya rasa justru dengan menggunakan julukan Wonder Woman, alih-alih sebagai apresiasi dan pujian kepada perempuan hebat nan kuat, tapi malah melanggengkan ketimpangan dan beban ganda yang dialami perempuan.
Kenapa perempuan harus bersusah payah dahulu dan merasakan penderitaan baru bisa disebut Wonder Woman? Kenapa perempuan harus bisa multitasking, baru layak disebut sebagai Wonder Woman? Perempuan harus melakukan usaha ekstra untuk diakui eksistensinya. Sedangkan laki-laki tanpa harus bersusah payah, sekecil apa pun pencapaiannya dianggap sebuah hal yang luar biasa.
Misalnya seorang suami yang mampu mengasuh anaknya sehari dikala istri sedang keluar rumah. Masyarakat langsung terkagum-kagum dan memuji-muji atas tindakan suami tersebut. Tapi kalau ibu rumah tangga full time di rumah dan mengurus anak, dianggap sesuatu yang biasa saja. Beda halnya jika seorang perempuan berkarir dan juga mengurusi urusan rumah tangga sekaligus. Hal ini lah baru dianggap sebagai sebuah pencapaian hebat. Barulah bisa disematkan gelar Wonder Women.
Miris bukan? Tapi itulah ketimpangan yang masih terjadi pada perempuan. Penggunaan julukan Wonder Woman yang kurang tepat ini berakibat pada perempuan yang pada akhirnya memaksakan diri memenuhi ekspetasi masyarakat. Padahal sebagai manusia tentu masing-masing kita punya keterbatasan. Tidak ada manusia di muka bumi ini yang sempurna. Memangnya perempuan bukan manusia seperti laki-laki?
Julukan Wonder Woman menurut saya sangat pas disematkan bagi setiap perempuan yang berhasil menaklukkan ketakutan dan hambatannya, melawan penindasan dan pembodohan, berani menyuarakan kebenaran, berhasil meraih mimpi-mimpinya atau sekecil berbuat baik kepada sesama manusia. Karena setiap perempuan patut dirayakan atas segala perbuatan baik yang ia lakukan, sekecil apa pun itu. Jangan lagi menggunakan julukan Wonder Woman agar perempuan masuk dalam jurang penderitaan dan tersesat di lingkaran patriarki selamanya.
Penulis: Yolanda Eka Safitri
Editor: Choris Satun Nikmah