Kesehatan perempuan masih belum mendapatkan perhatian yang cukup dari negara kita, khususnya mengenai kesehatan reproduksi pada perempuan. Meskipun kesehatan reproduksi masuk ke dalam Program Prioritas Nasional Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sayangnya dari tahun ke tahun belum mengalami perubahan yang berarti. Masih banyak perempuan Indonesia yang kesulitan mengakses layanan kesehatan terkait kesehatan reproduksi.
Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa kesehatan reproduksi sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup seseorang. Khususnya perempuan yang mengalami siklus reproduksi yang lebih kompleks dibandingkan laki-laki. Dimulai dari menstruasi, seksualitas, kehamilan, melahirkan, menyusui dan menopause.
Namun pusat perhatian masyarakat kita terfokus hanya pada dua hal dalam kesehatan reproduksi perempuan yaitu seksualitas dan kehamilan – melahirkan (satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan). Sehingga hal-hal lainnya diabaikan. Perempuan kerap kali diekspetasikan akan memiliki anak sehingga pelayanan yang paling banyak diakses adalah program kehamilan. Tidak sampai di situ, proses melahirkan pun masih diperdebatan. Masih banyak yang menganggap melahirkan secara ceasar tidak lebih baik dari melahirkan secara vaginal.
Selain itu, penggunaan alat kontrasepsi untuk menghindari Infeksi Menular Seksual (IMS) juga masih tabu. Belum lagi laki-laki patriarkis yang enggan menggunakan alat kontrasepsi demi keegoisan nafsu belaka. Sehingga lagi-lagi perempuan masih menjadi subjek yang paling rentan dalam permasalahan reproduksi. Akan tetapi terkait IMS pemerintah sudah banyak melakukan perubahan dan perbaikan. Sayangnya pemerintah juga terlalu fokus pada satu hal ini sehingga terabaikan hal lainnya yang juga sama pentingnya.
Padahal ada banyak permasalahan kesehatan reproduksi perempuan yang patut diberikan perhatian khusus. Misalnya penyakit yang berkaitan dengan sindrom pramenstruasi (PMS) seperti endometriosis, polycystic ovarian syndrom (PCOS), miom, amenorea, menometroragia, dan lain-lain. Penyakit ini berkaitan dengan siklus menstruasi dimana perempuan mengalami menstruasi pertama kali (menarche) dari rentan usia 10 – 16 tahun (berdasarkan Jurnal Kesehatan Universitas Bhakti Kencana Vol. 5 No.1, 2023). Sehingga bisa dibayangkan betapa rentannya perempuan dari usia remaja bisa mengalami permasalahan kesehatan reproduksi.
Kuasa akan kontrol perempuan terhadap tubuhnya pun masih belum dimiliki oleh semua perempuan. Sehingga terabaikan permasalahan kesehatan yang dialami oleh para perempuan. Misalnya ketika seorang anak perempuan mengalami menstruasi dengan rasa sakit yang cukup hebat dan sampai menganggu aktivitasnya, masih dianggap wajar. Sehingga tidak pernah disarankan orangtua atau kerabat dekatnya untuk periksa ke layanan kesehatan. Terkadang pada akhirnya pasien dilarikan ke layanan kesehatan dalam keadaan terlambat (kondisi penyakit kronis).
Informasi mengenai kesehatan reproduksi perempuan pun tidak merata dan tidak lengkap. Sehingga ketika perempuan mengalami gejala klinis, mereka merasa ragu-ragu untuk memeriksakan diri ke layanan kesehatan. Belum lagi pelayanan kesehatan terkait reproduksi perempuan pada umumnya mahal. Tidak hanya itu, stigma perempuan lajang yang datang untuk menemui dokter spesialis kandungan (obgyn) dipandang negatif. Maka tak heran semakin menurun awarenessperempuan untuk memeriksakan dirinya ke layanan kesehatan.
Pemerintah diharapkan memiliki terobosan terbaru terkait kesehatan reproduksi perempuan yang lebih mumpuni. Bukan hanya sekedar pelayanan kesehatan yang ditingkatkan, namun juga merubah cara pandang masyarakat agar lebih peduli terhadap kesehatan perempuan dan memberikan hak kuasa penuh pada perempuan untuk mengakses informasi dan pelayanan kesehatan. Karena perempuan yang sehat akan mampu melahirkan generasi yang berkualitas untuk masa depan negara tercinta.
Penulis: Yolanda Eka Safitri
Editor: Wilujeng Nurani
0 komentar