Endometriosis Membuatku Belajar Menyayangi Diri Sendiri
Semenjak dinyatakan dokter bahwa aku menderita endometriosis pertama kali, aku sudah tidak kaget. Mengingat sebelumnya aku rajin research mengenai gejala sakit yang aku alami. Meski harap-harap cemas tapi besar keyakinanku bahwa ini adalah gejala penderita endometriosis. Sebuah penyakit yang tidak bisa dielakan oleh perempuan karena memang penderitanya hanya perempuan.
Endometriosis sendiri adalah gangguan kesehatan yang terjadi karena adanya pertumbuhan jaringan tidak normal dari endometrium pada bagian luar dinding rahim. Pertumbuhan jaringan endometrium yang tidak normal ini dapat terjadi pada ovarium, vagina, saluran kemih, hingga usus. Gejala yang paling kontras saat seorang perempuan menderita endometriosis adalah ketika haid terasa nyeri yang sangat hebat sehingga mengganggu aktivitas.
Aku sendiri sebelum mengetahui penyakit ini sering kali merasa terganggu dengan nyeri di area perut bawah yang selalu membuatku lemah tak berdaya. Bangun dari kasur pun tidak sanggup. Jika terpaksa harus ke kamar mandi aku hanya bisa berjalan sambil membungkukkan badan persis seperti udang. Itu pun sambil merintih kesakitan, terkadang menangis sambil meremas perutku. Tidak hanya itu, aku merasakan mual yang tidak bisa ditahan sehingga akhirnya muntah-muntah. Apa pun yang dimakan saat itu, aku tidak bisa menahannya di perut karena pasti akan dimuntahkan kembali. Jadi ketika hari pertama haid, aku pasti tidak akan makan hingga dirasa nyeri di perut sedikit mereda. Biasanya rasa sakit akan mereda di ujung hari kedua haid.
Setiap bulan aku terpaksa izin tidak masuk kerja dengan cuti haid selama sehari. Pekerjaanku terkadang terganggu jika haid hadir pada saat momen deadline. Tak jarang aku memaksakan diri untuk bisa menyelesaikan pekerjaan saat deadlinesebisaku dan meminta tolong rekan untuk membantuku melanjutkan kerjaan yang deadline. Bersyukur juga saat itu atasanku baik dan pengertian. Terkadang saat aku keras kepala untuk masuk kerja beliau yang selalu mengingatkan aku untuk tetap di rumah hingga pulih.
Mengalami rasa nyeri yang hebat ketika haid, tidak hanya menyerang fisikku tapi juga psikisku. Saat di mana obat-obatan anti inflamasi dengan berbagai merek telah dikonsumsi tapi nyeri tidak kunjung mereda, aku menjadi sangat emosional. Memukul diri sendiri sebagai pelampiasan rasa sakit yang tertolong. Menangis karena tidak semua orang mengerti apa yang aku rasakan. Pada saat itu pun aku tidak tahu penyakit apa yang menyerangku. Bertanya kepada anggota keluargaku di rumah, tapi jawaban mereka sangat menyakitiku. Mereka bilang perempuan yang mengalami sakit saat haid adalah wajar. Lambat laun pasti akan mereda. Ya mereda memang di hari kedua atau hari ketiga haid. Tapi siklus ini berulang setiap bulannya.
Hingga hampir setahun lamanya gejala ini aku biarkan, akhirnya aku memberanikan diri untuk periksa ke rumah sakit dan melakukan usg. Pada saat itu juga aku sudah memulai hidup sendiri dan pindah bekerja di perusahaan lain. Sehingga aku bisa sangat fokus untuk diriku sendiri. Saat dinyatakan terdapat kista endometriosis, perasaanku lega. Terjawab semua kebingunganku selama ini. Selain dokter menyarankanku untuk terapi hormon dengan mengonsumsi obat-obatan, aku pun juga tau harus melakukan apa agar kualitas hidupku semakin membaik.
Aku pun jadi semakin sering melakukan research apa yang bisa aku lakukan agar rasa sakit ini bisa menghilang. Karena dokter bilang penyakit ini tidak bisa disembuhkan, sekalipun sudah operasi pengangkatan kemungkinan muncul kembali juga besar. Jadi yang bisa dilakukan hanya menekan pertumbuhannya dan menurunkan rasa sakitnya. Oleh karena itu, selain terapi hormon, aku mulai menjaga makanan dan semakin giat berolahraga terutama yoga. Aku juga bergabung dengan komunitas Endometriosis Indonesia. Disitu aku mendapatkan semangat dan pengalaman baru dari sesama penderita endometriosis.
Karena endometriosis juga berhubungan dengan ketidakstabilan hormon, maka sangat disarankan untuk menjaga tingkat stress. Sehingga aku mulai membiasakan untuk memfilter apa yang harus aku pikirkan dan apa yang tidak perlu aku pikirkan. Entah mengapa dengan adanya endometriosis ini hidupku lebih tertata dan stabil meski rasa sakit saat haid masih selalu muncul. Aku jadi lebih sabar saat nyeri menyerang dan berusaha untuk sebisa mungkin tidur agar tidak merasakan sakitnya. Aku juga mulai membatasi aktivitas yang sekiranya bisa membuatku kelelahan. Meski terkadang beberapa teman dekat mengajakku hang out keluar, aku akan menolaknya jika dirasa aku membutuhkan istirahat.
Yoga di weekend sudah menjadi rutinitasku. Selain membantu melancarkan peredaran darah, dengan yoga aku bisa mengatur emosiku dan lebih rileks. Pose-pose yoga yang terlihat sulit. dilakukan, lambat laun aku bisa melakukannya. Ada kebahagiaan yang muncul saat aku bisa melakukannya. Sesekali aku juga makan di kafe yang belum pernah aku singgahi setelah masa haidku selesai. Ini aku lakukan sebagai bentuk reward ke diri sendiri karena aku mampu melewati masa haidku. Sehingga aku akan tetap semangat menghadapi siklus haid selanjutnya.
Yang jelas aku selalu berusaha membuat diriku nyaman dengan kehidupanku yang baru bersama endometriosis. Tidak memperdulikan omongan orang seperti apa dan hanya fokus pada hal-hal yang bisa aku kendalikan. Hasil nyata atas usahaku menjaga dan menyayangi diriku adalah kista endometriosisku mengecil dari ukuran pertama kali pemeriksaan, secara fisik pun aku terlihat lebih prima dan bahagia. Teman-temanku juga bilang bahwa penampilkanku yang sekarang terlihat jauh lebih sehat dan bahagia. Aku bersyukur akan ini dan semoga diriku selalu mampu membahagiakan diri sendiri.
Penulis: Yolanda Eka Safitri
Editor: Fahra Agustina Melati
0 komentar