Perempuan Mandiri Tidak Butuh Pasangan, Benarkah?

Baru-baru ini penulis dikejutkan oleh maraknya video yang berseliweran di aplikasi Tik Tok mengenai ilustrasi bagaimana perempuan mandiri. Tidak ada yang salah sebenarnya dengan perempuan mandiri, namun narasi yang dibangun dalam video-video tersebut mengenai perempuan mandiri sangatlah tidak relevan, dan terkesan negatif.

Beberapa narasi yang tertulis dalam video-video tersebut antara lain:

“Jangan biarkan wanita mu melakukan apa-apa sendiri”

“Ketika wanita semakin tangguh, maka dia akan semakin mandiri”

“Fitrah dia sebagai wanita akan hilang, salah satunya adalah sifat manjanya”

“Yang tersisa hanya sifat galak, garang, marah, dan emosi yang meledak-meledak”

“Itu karena dia terlalu lelah menanggung beban di pundaknya”

Itu baru narasi yang tertulis dalam video. Komentar-komentar yang tertulis dalam video semakin  membuat penulis mengerutkan dahi. Bahkan kebanyakan yang menuliskan komentar tersebut adalah perempuan. Sangat miris sekali!

Masih banyak yang beranggapan bahwa kodrat perempuan bergantung pada laki-laki. Sehingga kemandirian bukanlah suatu hal yang dipandang lazim untuk perempuan. Pandangan ini pun berujung pada perempuan yang sudah mandiri dianggap tak lagi membutuhkan pasangan atau pendamping hidup. Hal ini merupakan pemahaman yang sangat keliru.

Mandiri merujuk kepada sikap seorang individu dimana dia dikatakan mandiri saat dia mampu melakukan sesuatu dengan usahanya sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Bahkan sejak kecil kita sudah diajarkan untuk mandiri oleh orangtua kita. Seperti saat kita duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK) atau Sekolah Dasar (SD) kita diajarkan untuk makan sendiri, menggosok gigi sendiri bahkan  tidur sendiri tanpa dinyanyikan lagu tidur.

Lalu mengapa setelah dewasa, perempuan malah diarahkan untuk bergantung pada pasangannya? Seakan-akan perempuan adalah manusia yang lemah dan tak berdaya. Hubungan asmara itu dibangun oleh dua individu yang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sehingga seharusnya keduanya saling mendukung dan saling membutuhkan. Bukan memposisikan salah satunya sebagai penuntut dan satunya lagi dituntut secara mutlak.

Perkara perempuan mandiri bukan berarti dia tak butuh pasangan lagi. Mandiri adalah sikap yang memang harus dimiliki oleh siapa saja, bahkan perempuan. Karena menggantungkan diri pada orang lain terus menerus akan menciptakan masalah nantinya. Mungkin pada awalnya terlihat baik-baik saja, namun akan tiba saatnya diri kita dituntut untuk bisa melakukan sesuatu sendiri.

Misalnya seorang anak kecil selalu dijemput oleh ayahnya pulang sekolah. Namun suatu hari ayahnya tak bisa menjemput karena ada rapat mendadak. Akankah sang anak harus menunggu ayahnya hingga selesai rapat agar bisa pulang? Tentu tidak bukan? Ibunya sendiri bisa menjemputnya jika sang ibu merupakan ibu rumah tangga full time.

Atau pada contoh kasus lainnya, bagaimana jika suami dari seorang perempuan meninggal dalam keadaan tidak meninggalkan harta warisan? Atau mungkin bercerai? Bukankah keadaan akan semakin sulit jika si perempuan tak terbiasa bekerja? Karena ia tak bisa lagi menggantungkan hidup pada suaminya. Lantas mau tidak mau perempuan tersebut harus berusaha sendiri untuk menghidupi dirinya agar mampu bertahan hidup.

Lalu mengenai sifat manja yang diasumsikan sebagai fitrah perempuan. Sangat keliru menyebutkan bahwa sifat tertentu adalah fitrah bagi suatu gender. Padahal sejak kecil, baik laki-laki maupun perempuan selalu bermanja ria dengan orangtuanya. Lalu ketika dewasa mengapa laki-laki tidak boleh bermanja ria dengan pasangannya? Mengapa manja identik sebagai sifat khas perempuan?

Sama dengan mandiri, sifat manja juga dapat dimiliki oleh siapa pun, bahkan laki-laki. Hanya saja karena budaya patriarki selama ini mengajarkan bahwa laki-laki adalah sosok yang maskulin. Sehingga biasanya laki-laki dituntut untuk bersikap tegas, berwibawa dan sebagai sosok pelindung. Menjadi manja hanya akan meruntuhkan maskulinitasnya.

Jadi, anggapan perempuan mandiri tidak butuh pasangan adalah sebuah anggapan yang keliru. Anggapan yang biasanya sering diutarakan oleh orang-orang yang berpikiran patriarkis. Hanya laki-laki yang rapuh maskulinitasnya yang takut pada perempuan mandiri. Takut merasa tersaingi kemampuannya dan takut merasa rendah harga dirinya. Dan hanya perempuan yang takut mengekspresikan sisi maskulinitasnya yang tidak mau menjadi mandiri. Tidak mau mengerjakan apa-apa sendiri dan hanya menuntut pasangannya untuk memenuhi keinginannya.

Penulis: Yolanda Eka Safitri

Editor: Choris Satun Nikmah

0 komentar