Magnis Suseno menyatakan bahwa keadilan ialah
keadaan antar manusia yang diperlakukan dengan sama, yang sesuai dengan hak
serta kewajibannya masing-masing. Sama seperti halnya Indonesia menerapakan
keadilan pada sila ke lima Pancasila. Namun nyatanya tidak sesuai dengan
realitas yang terjadi. Kerap kali terjadi ketidakadilan karena status sosial,
penampilan fisik, agama dan ras yang menjadi sumber masalahnya.
Seseorang yang dianggap good looking selalu mendapatkan perhatian khusus dari orang-orang
sekitarnya. Apa pun yang dilakukannya selalu dianggap menarik. Semua orang
memperlakukannya dengan baik. Lainnya halnya jika orang tersebut dianggap tidak
good looking. Apa pun yang
dilakukannya selalu dianggap salah bahkan berujung pada bully-an.
Mengambil contoh pada kasus Kekeyi yang awal mula
terkenal berkat kepiawaiannya dalam make up. Kekeyi pun mulai merambah sebagai
seorang penghibur dengan konten-kontennya di Youtube dan TikTok. Banyak netizen
yang mulai mem-bully terkait aksi
yang dia lakukan dalam kontennya. Netizen merasa Kekeyi terlalu berlebihan dan
terlihat menjijikan dengan fisiknya yang dirasa kurang menarik. Padahal apa
yang dilakukan Kekeyi hanya menghibur semata dan tidak merugikan siapa pun.
Pada kasus lainnya, Zara Adhisty seorang artis
tersandung masalah akibat video privatnya yang diunggah di instagram story pribadinya. Netizen beramai-ramai memberi dukungan
dan kata-kata semangat kepada Zara. Meskipun netizen semua tahu apa yang
dilakukannya adalah hal yang salah. Mengapa perlakuan antara kedua perempuan
tersebut sangat kontras? Bukankah keduanya sama-sama manusia dan sama-sama
perempuan?
Sangat ironi memang masyarakat masih memandang
seseorang berdasarkan penampilan fisiknya. Mudah sekali bagi masyarakat
memaafkan kesalahan dari seseorang yang terlihat menarik atau good looking. Sehingga acap kali
memberikan perlakuan tidak adil diantara sesama manusia. Lalu untuk apa lagi
kata keadilan dipakai jika keadilan hanya berlaku pada rakyat yang good looking?
Mereka yang dianggap good looking selalu mendapat prioritas di setiap banyak kesempatan.
Seperti pekerjaan, dalam lowongan pekerjaan masih banyak tertulis persyaratan
“wanita cantik” atau “good looking”.
Padahal bidang pekerjaan dilamar tidak ada kaitannya dengan penampialn fisik
seseorang. Atau jika sudah bekerja, biasanya promosi jenjang karir lebih mudah
bagi seseorang yang dianggap “good
looking”, karena orang tersebut disukai banyak orang.
Namun, bukan berarti ini semua salah dari orang yang
terlahir dan dianggap good looking.
Karena konstruksi sosial lah yang membentuk pemikiran tersebut. Mengakhiri
pemikiran yang salah tersebut, maka kembali lagi ke kesadaran masyarakat dalam
berpikir. Berpikir ulang dan memahami kembali bahwa derajat manusia semuanya
sama di mata Tuhan dan yang menjadi pembedanya adalah perbuatan antar sesama
manusia tersebut. Hanya dengan begitu keadilan yang sesungguhnya dapat
tercipta.
Penulis: Yolanda Eka Safitri
Editor: Fahra Agustina Melati
0 komentar