Perempuan Feminis Membenci Laki-Laki, Benarkah?

Gerakan feminisme belakangan semakin meningkat eksistensinya. Sayangnya, hal ini tidak dibarengi dengan pengetahuan oleh orang-orang yang mengetahuinya. Banyak kesalahpahaman mengenai apa dan bagaimana feminisme itu sendiri. Sampai berujung pada pemberian label buruk pada seorang feminis. Feminis dapat diartikan sebagai orang yang mempercayai dan menerapkan paham feminisme dalam kehidupan sehari-hari.

Orang-orang sering kali beranggapan bahwa feminis adalah pembenci laki-laki. Menginginkan dunia di mana laki-laki berada di bawah kuasa perempuan. Pemicunya karena gerakan feminisme merujuk pada keadilan gender dan penghapusan budaya patriarki. Hal ini diperparah dengan keadaan tingkat membaca masyarakat yang rendah. Sehingga mereka kerap langsung percaya dengan apa yang mereka dengar tanpa mencari tahu dahulu kebenarannya.

Feminis sama sekali tidak membenci individunya melainkan sistem atau budaya yang tidak adil pada salah satu gender, khususnya perempuan. Ajaran Feminisme menghendaki kehidupan di mana semua gender, baik laki-laki maupun perempuan mendapatkan hak dan kewajiban yang sama. Budaya patriarki sudah lama mengukung kebebasan perempuan untuk melakukan hal-hal yang mereka inginkan seperti laki-laki. Misalnya bekerja atau merintis karir yang menjadi tugas utama laki-laki sedangkan perempuan hanya melakukan pekerjaan di rumah.

Seorang perempuan feminis pun dapat mencintai seseorang hingga menikah dan memiliki anak. Namun hubungan yang mereka bangun tentu saja mengutamakan prinsip kesetaraan. Di mana laki-laki ikut mengerjakan pekerjaan rumah dan mengasuh anak bersama perempuan. Biasanya mereka akan berdiskusi dan membagi tugas secara adil. Begitu pun juga jika keduanya bekerja. Mereka akan membagi tugas untuk biaya pengeluaran rumah tangga. Indah bukan, ketika setiap memutuskan sesuatu harus melalui proses diskusi terlebih dahulu?

Jika perempuan feminis menjadi pemimpin dan menghukum anggota laki-lakinya atas kesalahannya, ini bukan berarti dia membenci laki-laki. Namun menjunjung keadilan, karena seseorang yang bersalah sudah sepatutnya dihukum. Perempuan feminis pun akan saling mendukung dengan perempuan lainnya selama sesuai dengan prinsip kesetaraan. Jadi tidak ada anggapan bahwa sesama perempuan saling merendahkan.

Para perempuan feminis hanya ingin perlakuan adil dalam segala aspek tanpa melihat gender. Mereka hanya ingin berdiri sejajar dengan laki-laki dan melakukan hal-hal yang mereka rasa mampu. Lagi pula Allah SWT saja tidak melihat hambanya dari apa pun kecuali amal perbuatannya. Maka jika ada perbuatan yang merugikan salah satu pihak seperti budaya patriarki, bukankah bisa dikatakan sebagai perbuatan tercela? Sama halnya dengan perempuan feminis yang menerapkan prinsip kesetaraan agar terciptanya kehidupan yang adil dan tidak merugikan salah satu pihak saja, tak bisakah itu dikatakan perbuatan mulia?

 

Penulis: Yolanda Eka Safitri

Editor: Wilujeng Nurani

0 komentar