Perempuan Seperempat Abad

Perempuan-perempuan yang telah menginjak usia seperempat abad seringkali menjadi bahan gunjingan tetangga, teman sejawat, teman kerja, bahkan keluarganya sendiri. Karena seperempat abad bagi mereka adalah batas maksimum golden age untuk perempuan menikah. Kehidupan perempuan telah didesain sedemikian rupa sejak ia lahir. Perempuan tak lebih seperti binatang peliharaan yang diasuh dan dididik untuk menuruti keinginan sosial.

Perempuan yang mencapai usia seperempat abad akan didesak untuk menikah. Mereka menganggap usia 25 tahun sudah terlalu tua. Tapi laki-laki yang ingin menikah di usia 25 tahun dianggap masih cukup muda. Standar macam apa ini? Fungsi reproduksi menjadi tujuan utama yang dibentuk untuk perempuan. Tidak bisa melahirkan maka hilang sudah nilai dari seorang perempuan.

Apakah tujuan hidup utama perempuan hanya menikah? Mengapa perempuan yang belum menikah di usia yang mencapai seperempat abad dicemooh seakan-akan ia melakukan kejahatan? Banyak hal yang bisa dijadikan alasan untuk tetap bernafas di bumi ini, tapi perempuan hanya diberikan pilihan menikah. Sedangkan laki-laki selalu dibebaskan untuk memilih yang ia inginkan. Bahkan tak menikah saat usia mencapai seperempat abad bukanlah masalah besar. Justru laki-laki semakin tua usianya semakin mapan dan mantap untuk menikah.

Begitulah sistem patriarki yang terbentuk berpuluh-puluh tahun lamanya hingga detik ini. Perempuan didoktrin untuk menjadi apa yang masyarakat inginkan, bukan menjadi apa yang dirinya sendiri inginkan. Begitu ada kesadaran di diri perempuan dan menolak menjadi objek praktik patriarki, dia akan di cap sebagai perempuan yang melawan kodrat. Bukankah kodrat manusia sejatinya hidup berdampingan, saling menghargai dan saling berbuat kebaikan?

Perempuan seperempat abad tak akan kehilangan nilai kemanusiaannya hanya karena ia belum menikah. Ia juga tidak akan kehilangan martabat hanya karena tidak melahirkan seorang bayi. Ia juga tidak akan kehilangan keanggunannya hanya karena ia tak bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Namun ia akan kehilangan kebahagiaan selamanya, saat ia dipaksa menjalani hidup yang tak sesuai dengan keinginannya.

Semua orang ingin bahagia atas pencapainnya bukan? Begitu juga dengan perempuan. Usianya yang mencapai seperempat abad namun belum menikah, bukanlah suatu kegagalan. Tak bisakah kita melihat dirinya pada sisi yang lain? Mungkin di usianya yang sekarang ia mampu menyelesaikan pendidikan S2 nya. Mungkin juga karir yang sedang ia bangun sedang berjalan mulus. Mungkin juga ia telah mampu memberangkatkan orangtuanya umroh. Masih banyak kemungkinan lainnya yang ada pada para perempuan seperempat abad.

Sudah selayaknya kita mulai mengapresiasi pencapaian perempuan bukan hanya sekedar persoalan menikah. Banyak yang sudah menikah, namun pada akhirnya banyak juga yang bercerai. Hidup itu adalah pilihan, dan apa pun pilihan mu selama tidak merugikan orang lain maka lakukanlah dengan sebaik-baiknya. Mulai lah berbahagia perempuan! Teruslah membuat pilihan-pilihan hidup yang membahagiakan.

Penulis: Yolanda Eka Safitri

Editor: Choris Satun Nikmah


0 komentar