Nenekku memiliki seorang teman baik yang bisa dikatakan hampir seperti saudara sendiri. Setiap kali nenek ku akan pergi ke kantor pos untuk mengambil uang pensiunan mendiang kakek, aku kerap dititipkan dirumah temannya. Karena pada saat itu aku sudah menginjak kelas 2 SD. Jadi aku tidak bisa lagi leluasa menemani nenek ku ke kantor pos seperti biasanya. Apalagi nenek ku mantan guru sekolah, sehingga pantang baginya jika aku harus membolos sekolah.
Temen nenek ku itu bernama Nenek Melati. Orangnya ramah, lemah lembut ketika berbicara, dan tidak pelit berbagi makanan pada ku. Untungnya aku adalah tipikal anak yang tidak banyak bertingkah dan cenderung pendiam. Sehingga pastinya Nenek Melati tidak akan pernah merasa jengkel ketika aku harus berada dirumahnya untuk beberapa saat.
Nenek Melati tinggal bersama putri sulungya bernama Rida, sedangkan putra bungsunya sepertinya tinggal di lain tempat, atau mungkin nge-kost. Karena selama aku berada di rumah Nenek Melati, hanya dua kali aku melihat putranya. Bahkan namanya saja aku tak tahu, karena Nenek Melati tak pernah bercerita soal putranya.
Hari ini aku dititipkan lagi oleh nenek ku ke Nenek Melati sekitar pukul 7 pagi. Sedangkan jadwal masuk sekolah ku selama seminggu ini pukul 10 pagi. Karena adanya rolling jam kelas khusus untuk kelas 1 dan kelas 2. Nenek ku membawa semua perlengkapan sekolah ku mulai dari seragam, sepatu, dan bekal. Mungkin kebanyakan anak seusia ku masih harus dibantu orangtuanya untuk sekedar memakai seragam dengan rapi. Tapi aku sudah sangat mandiri sekali sejak TK. Itulah mengapa nenek ku tak pernah khawatir menitipkan ku.
“Bu nitip ya si Olin. Soalnya seminggu ini lagi jadwal masuk jam 10. Aku harus ke kantor pos hari ini ambil uang pensiun.” ujar nenek ku
“Yo bu. Sudah makan kah si Olin?” tanya Nenek Melati
“Sudah tadi pagi-pagi sarapan nasi lemak. Tinggal ganti seragam aja dia, terus jam setengah 10 dijemput bang Kliwon. Kalo misalkan jam 1 siang aku belum pulang, si Olin suruh nunggu disini dulu ya bu. Maaf ngerepotin”
“Oh ya bu gapapa. Ga kok ga ngerepotin.”
“Olin jangan lupa pesan nenek, ga boleh nakal sama Nenek Melati!” ujar nenek ku memperingatiku
“Ya nek.” jawab ku.
----- * * * -----
Esok harinya om ku yang bernama Erick yang bekerja di salah satu bank ternama mampir makan siang ke rumah nenek. Memang sudah menjadi kebiasaannya kalau jam makan siang balik ke rumah. Selain karena letak banknya yang tidak jauh dari rumah, aku rasa om ku memang sengaja makan siang di rumah untuk menemui nenek. . Karena yang tersisa di rumah ini hanya aku, nenek dan Om Erick. Jadi kalau Om Erick bekerja, rumah akan terasa sepi. Saat makan siang, Om Erick dan nenek pasti selalu berbincang bersama. Terkadang aku tidak sengaja mendengarkan percakapan mereka.
“Kau tau rick anak ibu Melati si Rida?” tanya nenek
“Tahu, kenapa rupanya mak?” jawab Om Erick
“Umurnya sudah 30 tahun belum nikah-nikah juga. Mau jadi perawan tua rupanya dia. Sudah ku coba dikenalkan ke laki-laki marbot masjid depan tuh. Gamau juga rupanya dia. Padahal laki-laki itu baik nya, agama nya pun bagus, ada usaha lagi dia di pajak itu.”
“Ya mau gimana lagi mak, masa mau dipaksa si Rida tuh nikah sama orang yang dia ga suka.”
“Ya tapi liatlah umurnya udah berapa. Ga kasihan tuh dia sama si Bu Melati. Anak kawan-kawannya udah pada nikah, udah bercucu pula. Anaknya sendiri belum nikah-nikah.”
“Ish.. mamak ini pun. Udah lah biarkan saja. Jangan kita ikut campur urusan orang.”
“Ih siapa yang ikut campur. Iba aku ini sama Rida tuh. Bu Melati ini suka cerita si Rida ini kelihatan murung kalo di rumah, jangan-jangan sedih dia tengok kawannya udah pada nikah. Tapi dikenalin gamau. Macam mana lah maunya si Rida ini”
“Yasudah, doakan saja lah. Nanti ada itu jodohnya Rida. Ga baik maksa kehendak orang mak” ujar Om Erick sambil bersiap-siap untuk bergegas kembali ke kantor.
----- * * * -----
Nenek ku dan Nenek Melati akan pergi berbelanja ke Pajak Petisah setelah Nenek ku mengambil uang pensiunannya. Hari ini jadwal masuk ku jam 7 pagi dan pulang sekolah jam 10 pagi. Sehingga aku tidak akan ikut bersama mereka dan seperti biasa aku akan disuruh ke rumah Nenek Melati. Nenek ku sudah berpesan pada Bang Kliwon, tukang becak yang menjadi tukang antar-jemput ku dan beberapa anak lainnya agar mengantarku ke rumah Nenek Melati setelah pulang sekolah. Sudah bisa ku tebak pasti aku akan bersama dengan Kak Rida seharian di rumahnya.
“Assalamualaikum Kak.” Ucapku sambil mengetuk pagar rumah agar dibukakan oleh Kak Rida.
“Walaikumsalam Olin. Ayo masuk cepat!” jawab Kak Rida sambil menutup pagar rumah kembali.
Aku lalu membuka sepatu ku dan langsung menuju kamar mandi untuk mencuci kaki. Ketika berdua seperti ini agak segan bagiku banyak bicara. Karena Kak Rida memang jarang berbicara pada ku. Biasanya jika ada Nenek Melati, dia akan menonton TV sebentar lalu menghabiskan waktu di kamar. Sedangkan aku akan bermain di ruang tamu atau di teras depan rumah.
“Olin sudah makan? Kalau belum makan dulu ini ada sop ayam.” Sembari membuka tudung saji di meja makan.
“Hmmm gausah kak, nanti aja makan di rumah.” Jawab ku ragu-ragu.
“Udah makan dulu, nenek lama pulangnya lho. Nanti laper.”
“Yaudah deh kak.”
Selesai makan aku pun duduk di depan TV, sedangkan Kak Rida sudah asik menonton TV sambil berselonjoran di atas sofa. Dia kerap kali menonton acara infotaiment dimana tersajikan gosip-gosip para selebritas tanah air. Gosip yang sedang dibahas hari ini adalah mengenai artis yang akan bercerai dengan suaminya. Hal ini dikarenakan sang suami berselingkuh dengan perempuan lain.
“Susahnya mencari laki-laki setia. Sudah cantik dan kaya pun istrinya, bisa-bisanya selingkuh. Laki-laki tak tau diuntung.” gumam Kak Rida.
Aku yang tak begitu mengerti hanya menonton saja dan berusaha menyimak beritanya. Namun fokus ku pada TV buyar saat Kak Rida berkata-kata sendiri dengan nada lugas,
“Itulah kenapa aku belum mau nikah sampai laki-laki yang akan aku nikahin benar-benar laki-laki yang baik. Orang-orang sibuk jodohin aku, padahal bukan perkara aku susah nemuin laki-laki. Banyak kawan ku laki-laki tinggal pilih aja nya. Tapi tidak ada yang masuk kriteria ku. Marbot kemarin itu lagi. Keliatannya aja baik, jumpa aku sama dia di pajak tuh lagi main togel pula di kedai kopi.”
Seketika aku teringat akan percakapan antara Om Erick dengan Nenek ku. Mungkin Kak Rida bukan tidak mau menikah. Tapi dia tak mau salah memilih laki-laki yang akan menjadi suaminya. Tapi kenapa orang-orang selalu merasa iba padanya karena belum juga menikah?
Definisi kata yang diucapkan khas orang Medan
Nasi Lemak: sebutan untuk nasi uduk
Marbot: Penjaga Masjid, biasanya yang suka membersihkan masjid
Tengok: Melihat
Pajak: Pasar
Kedai: Warung
Penulis: Yolanda Eka Safitri
Editor: Fahra Agustina Melati
1 komentar
mantapss ka, semangat menulia
BalasHapus